Menurut Pasal 1867 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), akta dibagi dua, yaitu akta di bawah tangan dan akta resmi (autentik). Akta di bawah tangan adalah akta yang dibuat tidak di depan pejabat yang berwenang. Dengan kata lain akta di bawah tangan hanya ditandatangani oleh para pihak dan tidak ada keterlibatan dari pejabat umum yang berwenang. Pasal 1874 K. U. H. Perdata menyatakan bahwa tulisan bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga, dan tulisan-tulisan yang dibuat tanpa perantara seorang pejabat umum.
Sementara itu, akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang dengan mengikuti ketentuan yang telah diatur undang-undang. Pejabat umum yang dimaksud adalah orang-orang yang diberikan kewenangan untuk membuat akta autentik berdasarkan peraturan perundangan seperti notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (P. P. A. T.), hakim, pegawai catatan sipil, pejabat lelang dan lain sebagainya.
Kekuatan Hukum Akta di Bawah Tangan dan Akta Autentik
Akta di bawah tangan tetap bisa menjadi alat bukti namun kekuatan pembuktiannya lemah dan belum sempurna. Akta di bawah tangan bisa menjadi bukti yang kuat dan sempurna jika dikuatkan dengan alat bukti lain seperti saksi.
Akta autentik memiliki kekuatan pembuktian yang kuat di hadapan hukum sehingga tidak dapat disangkal keberadaannya di pengadilan, kecuali terdapat bukti lain yang diajukan oleh pihak lawan yang menyatakan sebaliknya. Misalnya pihak lawan mengatakan bahwa akta kelahiran salah satu pihak palsu, maka penyangkal yang mengatakan hal tersebut harus dapat membuktikan bahwa akta kelahiran tersebut palsu.